Kesalahan mendasar bagi orang yang menolak pembagian bid’ah yang
tersebar pada orang-orang wahhabi adalah pada kenyataannya mereka sendiri tidak
menolak pembagian bid’ah. Mereka tidaklah menolak pembagian bid’ah menjadi
bid’ah agama dan bid’ah dunia. Mereka juga tidak menolak pembagian bid’ah
menjadi bid’ah haqiqi dan bid’ah idhofi. Namun mereka menganggap bahwa pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah
dan bid’ah sayyi’ah tidak boleh. Mereka secara diam-diam berhayal bahwa
pembagian ini dilakukan terhadap bid’ah secara syar’i. Dari hayalan inilah
kemudian mereka menuduh ulama yang membagi bid’ah sebagai penentang sabda Nabi.Kita bertanya-tanya, jika bid’ah tidak boleh dibagi, mengapa mereka
nekat membagi bid’ah juga? Jika membagi bid’ah merupakan sebentuk penentangan
terhadap sabda Nabi, mengapa mereka masih tetap menentang sabda tersebut?Bagaimanapun juga, penolakan terhadap pembagian bid’ah serta
pengingkaran terhadap konsep bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah adalah
merupakan kesalahan yang lazim terjadi dikalangan wahhabi.
Kesalahan tersebut disebabkan oleh fanatisme tingkat tinggi yang
dipertahankan menggunakan ketidak tahuan –kalau tidak boleh dikatakan
kebodohan- terhadap cara memahami bid’ah hingga terlahir konsep pembagian
bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah.
Ketidak tahuan itu diperparah dengan adanya doktrin yang merekat erat
dalam hati orang-orang wahhabi bahwa mereka adalah para mutabi’ –kalau tidak
boleh disebut muqolid- salaf yang menebar sunah dan memerangi bid’ah. Doktrin
busuk ini mempengaruhi pikiran mereka hingga menciptakan persepsi salah yang
dikumandangkan menggunakan mulut-mulut bid’ah mereka bahwa mereka adalah ahlu
sunah sedangkan yang tidak sejalan dengan mereka adalah ahlu bid’ah.
1. Kesepakatan
Saya persilahkan anda untuk membaca semua buku yang membahas tentang
bid’ah. Saya pastikan kepada anda bahwa semua ulama sepakat atas keshohihan
hadits Kullu bid’ah dholalah. Dalam sebuah hadits Rosululloh SAW pernah
bersabda:
وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Artinya: “Setiap bid’ah adalah sesat.”
Refrensi: Sunan Kabir, 3/206 (5963), 3/213 (6008), 3/214 (6010). Jami’ul
Ushul 1/278 (67), 5/679 (3974). Muslim 2/592 (867). Kanzul Umal 1/173 (874),
Musnad Ahmad 22/237 (14334), Abu Dawud 4/329 (4609), Musnad Abi Ya’la 2/418
(2111). An-Nasa’i 2/308 (1799). Shohih Ibn Khuzaimah 3/143 (1785). Ibn Majjah
1/30 (45). Al-Mustadrok 1/97 (332), Ibn Hibban 1/179. Musnad Daromi 1/289
(212). Jami’ Shoghir Li Suyuthi 1/224 (1602). Mu’jam Kabir 1/ 2 (3). Faidhul
Qodir Li Manawi 1/306. Fathul Bari 4/347. Ibanah Kubro 1/336 (298) dan
lain-lain.
Semua orang tahu bahwa Rosululloh SAW menegaskan “Setiap bid’ah adalah
sesat.” Namun siapa yang tahu penjelasan beliau mengenai bid’ah? Adakah hadits
yang menjelaskan bahwa bid’ah secara bahasa adalah begini…. Sedangkan bid’ah
secara istilah adalah begini….
Tidak ada satupun hadits yang menjelaskan pengertian bid’ah. Mari kita
tanya sahabat Nabi. Barang kali ada yang menjelaskannya. Ibn Umar RA berkata:
كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة
Artinya: “Setiap bid’ah adalah sesat sekalipun manusia melihatnya
bagus.”
Refrensi: Al-Barohin Ala Ala Bid’ah Hasanah Fiddin 1/12, Al-Ibanah
Al-Kubro 1/339, Fathul Qowi Al-Matin 1/98, Syarah Sunan Abu Dawud 1/ 2,
Takhrijul Ahadits Ihya’ Ulumiddin 1/223, Itba’ Walabtida’ 1/17, Al-Ba’its Ala
Inkaril Bida’ 1/17, Ahadits Fi Dzamil Kalam Wa Ahlihi, 2/126, I’tiqodu Ahli
Sunah 1/92, Kitabut Tamasuk Bissunan 1/22, dan lain-lain.
Semua orang tahu bahwa Ibn Umar mengatakan hal itu. Namun siapa yang
tahu penjelasan beliau mengenai bid’ah? Apakah beliau pernah menjelaskan bahwa
bid’ah secara bahasa adalah begini.. Sedangkan bid’ah secara istilah adalah
begini….
Tidak ada satupun riwayat dari beliau yang menjelaskan bid’ah. Mari kita
tanya sahabat Nabi yang lain. Barang kali ada yang menjelaskannya. Abdulloh Bin
Mas’ud berkata:
اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كفيتم وكل بدعة ضلاله
Artinya: “Ikutilah dan jangan membuat bid’ah maka kalian akan
tercukupi. Dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Semua orang tahu bahwa Ibn Mas’ud mengatakan hal itu. Namun siapa yang
tahu penjelasan beliau mengenai bid’ah? Apakah beliau pernah menjelaskan bahwa
bid’ah secara bahasa adalah begini…. Sedangkan bid’ah secara istilah adalah
begini….
2. Penjelasan Ulama
Menyadari bahwa Nabi dan para sahabat Nabi tidak menjelaskan pengertian
bid’ah yang dikehendaki sebagai bid’ah yang sesat, maka selanjutnya para ulama
menjelaskan maksud hadits dan ucapan para sahabat itu. Mereka menjelaskan
pengertian bid’ah secara lighowi dan bid’ah secara syar’i.
Bid’ah secara lughowi adalah setiap hal baru yang tidak ada contoh
sebelumnya. Sedangkan bid’ah secara syar’i adalah setiap amalan baru yang
bertentangan dengan Al-Quran, Hadits, dan ijma’.
Refrensi: (DR. Ali Bin Nashir As-Salafi Al-Wahhabi, Al-Bid’ah Dhowabithuha
Wa Atsaruha As-Sayyi’ Hlm. 8, Sholih Bin Abdul Aziz, Assunah Walbid’ah hlm. 6,
Abu Mu’adz, Al-Barohin Ala Ala Bid’ah Fiddin, hlm. 29, Muhammad Bin Husain,
Qowa’idu Ma’rifatil Bida’ hlm. 4, Abdulloh Bin Abdul Aziz Bin Ahmad, Al-Bida’
Al-Hauliyah hlm 10)
Nabi dan Sahabat tidak pernah menjelaskan pengertian bid’ah secara
lughowi dan secara syar’i, apakah kemudian anda akan menyebut penjelasan
tentang pengertian bid’ah sebagai bid’ah yang sesat? Tentu saja anda akan
mengatakan bahwa penjelasan itu bukan bid’ah yang sesat sekalipun Nabi dan
sahabat beliau tidak pernah menjelaskannya. Itu artinya, tidak semua perkara
yang tidak dijelaskan oleh Nabi dan sahabat sebagai perkara yang sesat.
Karenanya kita boleh mengikuti penjelasan ulama terkait pengertian bid’ah.
3. Cara Memahami Bid’ah
Dari pengertian bid’ah yang dijelaskan oleh ulama di atas, maka bid’ah
dapat dipahami dari duasegi. Pertama, segi lughowi. Kedua, segi
syar’i. Seluruh ulama sepakat bahwa bid’ah dilihat dari segi syar’i, semua secara
keseluruhan adalah sesat dan tidak boleh diamalkan. Hanya saja mereka berbeda
dalam menamai bid’ah tersebut. Ada yang hanya menyebutnya sebagai bid’ah. Ada
yang menyebutnya sebagai bid’ah madzmumah. Ada yang menyebutnya sebagai bid’ah
haqiqi dan ada yang menyebutnya sebagai bid’ah sayyi’ah.
Sementara bid’ah dilihat dari segi lughowi memiliki dua criteria; bid’ah
yang sejalan dengan syari’at dan bid’ah yang bertentangan dengan syari’at.
a. Bid’ah Yang Sejalan Dengan Syari’at
Maksud bid’ah yang sejalan dengan syariat adalah setiap amalan yang
tidak ada contoh sebelumnya dari Nabi, sahabat dan ulama salaf tetapi
amalan tersebut berada di bawah naungan syariat atau dengan kata lain berada
dalam keumuman suatu dalil.
b. Bid’ah Yang Bertentangan Dengan Syari’at
Maksudnya bid’ah yang bertentangan dengan syariat adalah setiap amalan
baru yang mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh syari’at atau
menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh syari’at.
4. Perbedaan Dalam Memberi Nama.
Seluruh ulama sepakat bahwa bid’ah dengan criteria pertama, boleh
dilakukan dan tidak sesat. Hanya saja mereka berbeda dalam menamainya. Imam
Malik tidak menyebutnya sebagai bid’ah. Imam Syafi’i menyebutnya sebagai bid’ah
Mahmudah. Ibn Hajar menyebutnya sebagai bid’ah hasanah. Syatibi menyebutnya
sebagai bid’ah idhofi.
Seluruh ulama juga sepakat bahwa bid’ah dengan criteria kedua, tidak
boleh dilakukan dan sesat. Hanya saja mereka berbeda dalam menamainya. Imam
Malik menyebutnya sebagai bid’ah tanpa memberi qoyyid. Imam Syafi’i menyebutnya
sebagai bid’ah madzmumah. Ibn Hajar menyebutnya sebagai bid’ah sayyiah. Syatibi
menyebutnya sebagai bid’ah haqiqi.
Dari sinilah konsep pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah
sayyiah terbentuk. Terbentuknya konsep tersebut didasari analisa terhadap
pengertian bid’ah secara lughowi.
Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki dalam kitab Minhajus Salaf Fi Fahmin
Nushsush Bainan Nazhriyah Watathbiq menukil penjelasan ulama ahlu sunah
waljamaah terkait masalah ini kemudian beliau membuat kesimpulan bahwa
pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah adalah pembagian
secara lughowi. Pada halam 352 beliau berkata:
وبهذا البيان يظهر لنا أن تقسيم البدعة والمحدث
إلى حسن وسيئ هو تقسيم لهما بإلإطلاق اللغوي لا شرعي .
Artinya: “Dengan penjelasan ini jelas bagi kami bahwa pembagian
bid’ah dan hal baru menjadi hasan dan sayyi’ adalah merupakan pembagian secara
lughowi. Bukan secara syar’i.”
5. Persepsi Yang Salah
Perbedaan penamaan dikalangan ulama terhadap bid’ah yang bertentangan
dengan syariat sama sekali tidak menghilangkan subtansi kesepakat atas
dibolehkannya melakukan amalan bid’ah yang sejalan dengan syariat.
Akan tetapi para ulama wahhabi melakukan tadlis (pengkaburan) untuk
menipu umat islam dengan menggunakan hayalan mereka agar umat islam terjebak
dalam pemikiran wahhabi yang super cupet, sangat kerdil dan kaku itu. Mereka
berhayal bahwa pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah
dilakukan terhadap bid’ah dilihat dari segi syariat.
Persepsi yang salah dari ulama wahhabi inilah yang menyebabkan
perdebatan tidak kunjung usai selama ratusan tahun hingga melahirkan ratusan
buku dan ribuan artikel yang isinya hanya muter-muter.
Untuk menutupi tadlis dan penipuan tersebut, mereka menggunakan sabda
nabi, kalam sahabat beliau dan ucapan ulama salaf bahwa mereka semua mengatakan
kullu bid’ah dholalah.
Orang-orang bodoh dan gebleg yang tidak mengerti bagaimana cara ulama
memahami bid’ah serta tidak tahu bagaimana konsep pembagian bid’ah, dengan
mudah tertipu dan terjebak dalam tadlis dan penipuan yang dilakukan oleh ulama
wahhabi itu.
Dengan berdasarkan pada kebodohan dan kegeblegan itu, mereka membuat
statemen lucu dan pertanyaan retorika. Mereka berkata: “Kami tidak
mengikuti ulama. Kami hanya mengikuti Nabi. Nabi mengatakan setiap bid’ah
adalah sesat. Sedangkan ulama malah mengatakan tidak semua bid’ah itu sesat.
Apakah kalian akan meninggalkan ucapan Nabi yang maksum dan lebih memilih
ucapan ulama yang tidak maksum?”
Kepada mereka saya katakan: “Memang Nabi adalah manusia maksum sedangkan
ulama tidak maksum. Hanya saja, ulama yang tidak maksum itu berusaha
menjelaskan maksud ucapan nabi yang maksum. Karenanya saya mengikuti ulama.
Sebab Alloh dan Rosul-Nya memerintah umat islam agar mengikuti ulama.
Sekarang saya mau tanya, jika ada amalan yang tidak ada contoh
sebelumnya namun amalan tersebut sesuai dengan syariat dilihat dari keumuman
suatu dalil, maka apakah nabi pernah mengatakan bahwa amalan tersebut adalah
bid’ah yang sesat? Jika pernah, silahkan kalian tunjukan riwayatnya.
Jika anda tidak bisa menjawab pertanyaan saya lengkap dengan haditsnya,
maka saya mau tanya mengapa kalian mengikuti ulama yang memiliki persepsi salah
terkait pembagian bid’ah menjadi hasanah dan sayyiah bahwa pembagian tersebut
dilakukan terhadap bid’ah secara syar’i? Bukankah kalian telah membuat statemen
bahwa kalian hanya mengikuti Nabi dan tidak mengikuti ulama?
Wallahu a’lam..
Tiada ulasan:
Catat Ulasan